PEKANBARU -- Autoimun merupakan penyakit yang diakibatkan adanya gangguan sistem imun yang ditandai dengan reaktivitasi sistem imun baik sel T maupun sel B (autoantibodi) melawan sel tubuh sendiri (autoantigen). Penyakit autoimun yang sering ditemukan seperti Systemic Lupus Erythematosus (SLE) atau yang umum dikenal dengan penyakit lupus dengan angka kejadian SLE di Indonesia sebesar 0,5 Persen dari total populasi penduduk Indonesia.
Penyakit autoimun belum bisa dipastikan penyebabnya dan gejalanya pun tidak khusus akibatnya penyakit autoimun ini tidak mudah dikenali sehingga memerlukan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosisnya. Jumlah dokter ahli penyakit autoimun pun belum banyak di Indonesia sehingga seringkali ketika dirujuk sudah parah karena tidak dikenali sejak dini.
Melihat kejadian ini, Prodia sebagai laboratorium klinik yang menjadi “centre of excellence” bagi para mitra kerja, salah satunya para dokter di Indonesia, mengadakan sharing informasi dalam bentuk seminar nasional yang akan diselenggarakan di 18 kota besar di Indonesia yang mengangkat penyakit autoimun sebagai tema besarnya. Seminar nasional mengusung tema Good Doctor for Better Autoimmune Treatments. Dengan adanya seminar nasional bersama para dokter ini, diharapkan para dokter mendapatkan informasi lebih lengkap seputar penyakit, dalam hal ini adalah autoimun. Sehingga dapat mengenali penyakit autoimmune sejak dini .
Seminar nasional ini berlangsung di Hotel Pangeran Pekanbaru dengan menghadirkan para dokter spesialis dibidang penyakit autoimun, diantaranya dr. Nanang Sukmana, Sp.PD-KAI dan dr. Ligat Pribadi Sembiring, Sp.PD. yang akan memaparkan patofisiologi, jenis-jenis autoimun, faktor risiko, diagnosis pencegahan dan pengelolaan (termasuk nutrisi), serta Marissa Arifin, M.Kes selaku Regional Marketing Manager I-II yang akan memaparkan biomarker dalam penegakan diagnosis autoimun serta pemeriksaan pendukung.
dr. Nanang mengatakan, “Autoimun menjadi penyakit yang belum banyak disadari masyarakat. Penelitian terkait penyakit autoimun memang jarang, karena jenis penyakit autoimun sendiri ada 80 jenis. Oleh karena itu sangat penting bagi para dokter untuk mendapatkan update informasi, agar para dokter dapat melakukan tindakan medis yang tepat bagi pasien yang bergejala maupun yang sudah mengalami autoimun.”
Menurut dr. Ligat angka kejadian autoimun cukup banyak, khususnya pada wanita, tetapi kesadaran masyarakat masih sangat kurang akan penyakit autoimun ini. “Angka kejadian penyakit autoimun cukup mengkhawatirkan, apalagi kejadiannya lebih tinggi dialami oleh wanita dibandingkan pria. Oleh karena itu penting sekali bagi para dokter untuk mengetahui lebih banyak informasi terkait penyakit autoimun ini.” tuturnya.
"Autoimun memang paling banyak terjadi karena genetik, tetapi saat ini telah ada penelitian yang menyatakan bahwa defisiensi atau kekurangan kadar vitamin D dalam tubuh dapat menjadi salah satu faktor risiko seseorang mengalami penyakit autoimun,"kata dr. Nanang.
Setelah diteliti bagi penderita yang mengalami penyakit autoimun ditemukan nilai kadar vitamin D-nya sangat kecil. "Kita juga perlu berhati-hati dengan ini dan para dokter perlu tahu," tuturnya.
Di Indonesia prevalensi defisiensi vitamin D pada wanita berusia 45-55 tahun adalah sekitar 50 persen. Penelitian di Indonesia dan Malaysia menemukan defisiensi vitamin D sebesar 63 persen terjadi pada wanita usia 18-40 tahun. Sedangkan penelitian pada anak 1-12,9 tahun, ditemukan 45 persen anak mengalami insufisiensi vitamin D.(kominfo7/RD1)